Sistem kepolisian di berbagai negara tentunya berbeda-beda tergantung dari sistem negara dan pemerintahannya, tetapi pada prinsipnya seluruh organisasi kepolisian di dunia mempunyai tugas yang sama yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan jalan melindungi seluruh masyarakat (to protect) dan melayani masyarakat (to serve) sehingga masyarakat dapat merasa aman dalam melakukan aktivitasnya setiap hari.
Secara universal, ada 3 (tiga) kategori sistem Kepolisian yang dikenal secara umum sesuai dengan karakteristik fundamental dari setiap Negara Demokratis yang menganutnya, antara lain :
a. Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System Of Policing).
b. Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized System Of Policing).
c. Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System Of Policing).
Sistem Kepolisian Terpisah atau Fragmented System Of Policing di terapkan oleh berbagai Negara antara lain Belgia, Kanada, Belanda, Zwetszerlan dan Amaerika Serikat. Kemudian untuk sistem Kepolisian Terpusat atau Centralized System Of Policing di terapkan oleh Negara Perancis, Italia, Finlandia, Israel, Thailand, Taiwan, Irlandia, Denmark, Swedia dan Indonesia, sedangkan Sistem Kepolisian Terpadu atau Integrated System Of Policing di terapkan oleh Negara Jepang, Australia, Brasilia dan Inggris.
Sistem Kepolisian tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem inilah yang memberikan cirri berbeda dari sistem Kepolisian tersebut, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa “tidak ada satupun sistem Kepolisian di dunia ini yang sempurna”. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan berbagai kelebihan maupun kekurangan dari masing-masing sistem Kepolisian tersebut, melalui suatu metode perbandingan antar sistem Kepolisian.
Untuk itu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bekerja sama dengan pemerintahan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) mengirimkan delegasi untuk mengikuti Program Studi Banding Sistem Kepolisian Angkatan ke 16 yang berjumlah 16 (enam belas) orang yang terdiri dari 8 orang perwira menengah dan 8 orang perwira pertama. Dari 16 orang delegasi tersebut 4 orang diantaranya merupakan alumni Akademi Kepolisian angkatan 2006 / 38 SETIA, yaitu :
1. AKP Ade Papa Rihi, S.H., S.I.K., M.H., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Tanah Laut Polda Kalimantan Selatan.
2. AKP Khairul Basyar, S.I.K., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Tanah Bumbu Polda Kalimantan Selatan.
3. AKP Rico Sikumbang, S.I.K., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Pasaman Barat Polda Sumatera Barat.
4. AKP I Made Santika, S.I.K., saat ini menajabat sebagai Kasat Taruna Akpol.

Police aktivity /Kegiatan kepolisian disini maksudnya adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh petugas kepolisian selalu ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, jadi diharapkan bahwa setiap anggota polisi baik dari pangkat tertinggi sampai terendah harus mampu mendengar apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat sehingga dalam melaksanakan kegiatan kepolisian dapat difokuskan pada hal-hal tersebut. Selain itu untuk membentuk loyalitas kerja dalam kepolisian jepang juga mengajarkan tentang semangat juang dari polisi-polisi yang rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan terhadap para polisi tersebut juga dibuatkan monumen untuk menghormati jasa-jasanya. Polisi-polisi yang gugur dalam tugasnya ini juga tidak hanya dikenal dalam lingkungan kepolisian saja tetapi juga dikenal oleh masyarakat melalui dimasukkannya tokoh-tokoh polisi tersebut dalam materi pelajaran di sekolah dasar di Jepang. Hal ini dimaksudkan agar dari kecil anak-anak sudah diberikan pemahaman bahwa polisi adalah penolong sehingga apabila anak-anak mendapat kesulitan dapat melapor kepada polisi begitu juga bagi para polisi muda dapat menambah semangat pengabdiannya bahwa polisi bukan sekedar profesi tetapi merupakan hidup mereka.
Masih banyak lagi perbedaan-perbedaan antara sistem kepolisian di kedua negara namun bila melihat dari hasil studi banding diatas kami para peserta akan mencoba untuk mengusulkan ke Mabes Polri terkait dengan temuan dalam Program Studi banding ini antara lain:
1. Terkait budaya dan semangat perlu adanya materi pelajaran yang menunjukkan sosok-sosok anggota Polri yang dapat menjadi teladan ataupun anggota-anggota yang meninggal dalam tugas pelayanan kepada masyarakat
2. Optimalisasi call center 110 sebagai pusat komando pengendalian dan komunikasi dalam merespon pengaduan dan laporan masyarakat dengan cepat (Quick Response) guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan dalam pelayanan prima Polri kepada masyarakat. Perlu adanya satu sistem yang menyeluruh terkait Command Center dari Mabes Polri sampai Tingkat Polsek.
3. Sesuai dengan program Kapolri terkait kecepatan pelayanan dan inovasi dalam bidang pelayanan maka ada baiknya dibuatkan sistem data base sidik jari dan lain-lainnya yang terpusat di Mabes Polri atau minimal di tingkat Polda yang sudah terintegrasi dengan data-data lalu lintas dan data kependudukan.
4. Agar anggota Bhabinkamtibmas pada saat melakukan sambang juga dilengkapi dengan sarana kontak dalam bentuk brosur-brosur yang mudah dipahami.
Secara universal, ada 3 (tiga) kategori sistem Kepolisian yang dikenal secara umum sesuai dengan karakteristik fundamental dari setiap Negara Demokratis yang menganutnya, antara lain :
a. Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System Of Policing).
b. Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized System Of Policing).
c. Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System Of Policing).
Sistem Kepolisian Terpisah atau Fragmented System Of Policing di terapkan oleh berbagai Negara antara lain Belgia, Kanada, Belanda, Zwetszerlan dan Amaerika Serikat. Kemudian untuk sistem Kepolisian Terpusat atau Centralized System Of Policing di terapkan oleh Negara Perancis, Italia, Finlandia, Israel, Thailand, Taiwan, Irlandia, Denmark, Swedia dan Indonesia, sedangkan Sistem Kepolisian Terpadu atau Integrated System Of Policing di terapkan oleh Negara Jepang, Australia, Brasilia dan Inggris.
Sistem Kepolisian tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem inilah yang memberikan cirri berbeda dari sistem Kepolisian tersebut, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa “tidak ada satupun sistem Kepolisian di dunia ini yang sempurna”. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan berbagai kelebihan maupun kekurangan dari masing-masing sistem Kepolisian tersebut, melalui suatu metode perbandingan antar sistem Kepolisian.
Untuk itu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bekerja sama dengan pemerintahan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) mengirimkan delegasi untuk mengikuti Program Studi Banding Sistem Kepolisian Angkatan ke 16 yang berjumlah 16 (enam belas) orang yang terdiri dari 8 orang perwira menengah dan 8 orang perwira pertama. Dari 16 orang delegasi tersebut 4 orang diantaranya merupakan alumni Akademi Kepolisian angkatan 2006 / 38 SETIA, yaitu :
1. AKP Ade Papa Rihi, S.H., S.I.K., M.H., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Tanah Laut Polda Kalimantan Selatan.
2. AKP Khairul Basyar, S.I.K., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Tanah Bumbu Polda Kalimantan Selatan.
3. AKP Rico Sikumbang, S.I.K., saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Pasaman Barat Polda Sumatera Barat.
4. AKP I Made Santika, S.I.K., saat ini menajabat sebagai Kasat Taruna Akpol.
Pelaksanaan kegiatan Program Studi banding ini berlangsung dari tanggal 24 September 2016 s/d 29 Oktober 2016 di Jepang. Dalam pelaksanaannya para peserta akan di bagi ke 2 Prefektur (setara Polda) yaitu Prefektur Kanagawa akan dilaksanakan di Police Station Totsuka dan Police Station Minami, dan Prefektur Miyagi dilaksanakan di Police Station Sendai – Chuo.
Dalam sistem kepolisian Indonesia dan Jepang apabila dilihat dari struktur organisasinya sudah dapat kita lihat perbedaannya yaitu di Indonesia yang bersifat terspusat terdiri dari Mabes Polri, Polda, Polres, dan Polsek, sedangkan di Jepang tidak memiliki Polsek. Di Jepang struktur organisasi Kepolisiannya terdiri dari National Police Agancy (NPA) setingkat mabes Polri, Prefektur/setingkat Polda, Police Station / setingkat Polres, dan Koban / Chuzaisho. Di Indonesia semua aturan, kebijakan dan operasional seluruhnya diatur oleh Mabes Polri, sedangkan di Jepang, NPA hanya mengatur terkait aturan dan kebijakan sedangkan operasional seluruhnya diatur oleh prefektur masing-masing.
Hasil yang didapat dalam pelaksanaan kegiatan Studi Banding Sistem Kepolisian Di Jepang tentunya apabila dibandingkan dengan Sistem Kepolisian di Indonesia, di Jepang mempunyai keunggulan dalam sistem pelayanan publik yang cepat melalui Command Center Call 110 yang dapat merespon setiap laporan masyarakat apabila mengalami suatu kejadian ataupun melihat terjadinya suatu peristiwa baik itu pidana, pelanggaran, maupun bencana dalam hitungan menit petugas kepolisian terdekat baik itu Petugas Koban, Chuzisho maupun Community Police akan tiba di TKP. Selain itu juga mempunyai sistem pelayanan terkait penemuan ataupun kehilangan barang, apabila mengalami kehilangan barang, kita tidak usah ragu untuk melaporkannya ke kantor polisi terdekat dan bisa dijamin barang tersebut akan kembali dengan utuh.
Kepolisian Jepang juga mempunyai keungulan di bidang sistem Database yang bisa diakses baik dari tingkat NPA, Prefektur maupun Police Station. Sistem database yang ada antara lain: sistem Database Sidik Jari, Database Kendaraan, Database, Sidik Tapak Kaki, Database Pelaku Kriminal, database Barang hilang dan temuan, sistem traffic control melalui penggunaan cctv yang dipasang disetiap sudut jalan di seluruh Jepang.
Selain itu juga sistem Kepolisian Jepang juga memiliki budaya kerja yang sangat tinggi dengan berpedoman pada semangat Bushido Samurai yang sudah tertanam sejak masih kecil dari lingkungan keluarga, masyarakat dan terakhir dibentuk dalam pendidikan kepolisian di Akademi Kepolisian baik itu prefektur maupun nasional. Semangat samurai inilah yang kemudian menumbuhkan budaya kerja keras, Disiplin, kesederhanaan dan Kejujuran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Semangat samurai inilah yang kemudian oleh kepolisian Jepang di adopsi menjadi Police Mind / Pikiran Polisi yaitu ketika seorang polisi tahu akan tugasnya dan dapat melaksanakannya serta tidak melaksanakan sesuatu yang dilarang atau yang bukan merupakan tugasnya. Oleh karena itu dalam budaya kerja Kepolisian Jepang ada 2 hal yang sangat mempengaruhi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yaitu Police Mind / Pikiran Polisi dan Police Activity / Kegiatan Kepolisian.

Police aktivity /Kegiatan kepolisian disini maksudnya adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh petugas kepolisian selalu ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, jadi diharapkan bahwa setiap anggota polisi baik dari pangkat tertinggi sampai terendah harus mampu mendengar apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat sehingga dalam melaksanakan kegiatan kepolisian dapat difokuskan pada hal-hal tersebut. Selain itu untuk membentuk loyalitas kerja dalam kepolisian jepang juga mengajarkan tentang semangat juang dari polisi-polisi yang rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan terhadap para polisi tersebut juga dibuatkan monumen untuk menghormati jasa-jasanya. Polisi-polisi yang gugur dalam tugasnya ini juga tidak hanya dikenal dalam lingkungan kepolisian saja tetapi juga dikenal oleh masyarakat melalui dimasukkannya tokoh-tokoh polisi tersebut dalam materi pelajaran di sekolah dasar di Jepang. Hal ini dimaksudkan agar dari kecil anak-anak sudah diberikan pemahaman bahwa polisi adalah penolong sehingga apabila anak-anak mendapat kesulitan dapat melapor kepada polisi begitu juga bagi para polisi muda dapat menambah semangat pengabdiannya bahwa polisi bukan sekedar profesi tetapi merupakan hidup mereka.
Masih banyak lagi perbedaan-perbedaan antara sistem kepolisian di kedua negara namun bila melihat dari hasil studi banding diatas kami para peserta akan mencoba untuk mengusulkan ke Mabes Polri terkait dengan temuan dalam Program Studi banding ini antara lain:
1. Terkait budaya dan semangat perlu adanya materi pelajaran yang menunjukkan sosok-sosok anggota Polri yang dapat menjadi teladan ataupun anggota-anggota yang meninggal dalam tugas pelayanan kepada masyarakat
2. Optimalisasi call center 110 sebagai pusat komando pengendalian dan komunikasi dalam merespon pengaduan dan laporan masyarakat dengan cepat (Quick Response) guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan dalam pelayanan prima Polri kepada masyarakat. Perlu adanya satu sistem yang menyeluruh terkait Command Center dari Mabes Polri sampai Tingkat Polsek.
3. Sesuai dengan program Kapolri terkait kecepatan pelayanan dan inovasi dalam bidang pelayanan maka ada baiknya dibuatkan sistem data base sidik jari dan lain-lainnya yang terpusat di Mabes Polri atau minimal di tingkat Polda yang sudah terintegrasi dengan data-data lalu lintas dan data kependudukan.
4. Agar anggota Bhabinkamtibmas pada saat melakukan sambang juga dilengkapi dengan sarana kontak dalam bentuk brosur-brosur yang mudah dipahami.