![]() |
AKP I Made Redi Hartana |
KAJIAN
TEORITIK COORDINATED MANAGEMENT OF MEANING THEORY
(Pemberitaan
Dugaan Oknum Polri Dalam Kasus Narkoba Freddy Budiman)
Tulisan Ini Pernah
Dimuat Di Jurnal Ilmu Kepolisian Edisi 086 (September-Oktober 2016).
Penulis : I Made
Redi Hartana
(Mahasiswa S2 Angkatan VI).
PENDAHULUAN
Media massa adalah salah satu bentuk komunikasi massa yang
sedang trend di era keterbukaan
informasi saat ini. Jumlah media massa pun sudah tak terbilang hitungannya
karena sudah mencapai ratusan bahkan ribuan mulai dari media massa yang
bersifat konvensional hingga kontemporer (baca:media online). Peran Media massa mempunyai
kekuatan yang besar (Super Power)
dalam mengkontruksi opini publik bahkan menciptakan citra (image) di
mata masyarakat sehingga timbul persepsi bahwa intervensi media menjadi hal
yang penting dalam menentukan pilihan situasi yang kondusif atau kegaduhan dalam
kehidupan masyarakat disetiap
pemberitaan yang dimunculkan. Menurut ahli sosiologi Gaye Tuchman dalam bukunya
Making News (1978), menyatakan bahwa berita merupakan konstruksi realitas
sosial, jadi yang dikonstruksi bukan penggambaran realita tapi realita itu
sendiri.
Oleh
karena itu Media massa digambarkan terlampau hebat dalam memunculkan persepsi subliminal yaitu suatu
rangsangan dari media massa yang tidak disadari oleh masyarakat sehingga
menjadi tak berdaya dan akan menerima apa saja yang ditawarkan oleh media massa.
Maka tak heran jika pemberitaan yang dimunculkan menjadi kebenaran yang mungkin
masih bersifat common sense (baca:non
empirik). Terkait dengan hal tersebut menurut C. Wright Mills bahwa media dapat
sebagai institusi sosial yaitu membimbing tindakan atau prilaku individu
sebagai anggota suatu kelompok atau masyarakat dan mengajarkan cara-cara bagaimana
setiap individu memenuhi kebutuhan mereka.
Polri sebagai salah satu organisasi Publik harus menyatakan
hubungan yang baik dengan media massa guna mendukung tugas-tugas kepolisian.
Berbagai kegiatan positif kepolisian pun sudah mulai terkemas dalam beberapa
acara di televisi swasta seperti program acara 86 (TV NET), program turn back crime (TV RTV) dan pemberitaan
mengenai Polri lainnya di media online atau media cetak. Namun dengan konsepsi
media massa yang tidak bebas nilai maka rating pemberitaan, popularitas, tiras
atau oplah yang memiliki nilai ekonomis jauh diatas segalanya maka pemberitaan
buruk mengenai Polri selalu dilangsir terutama dalam pemberitaan kasus freddy
budiman yang berisi bahwa adanya oknum pejabat Mabes Polri yang diduga telah
menerima uang suap dari freddy budiman sebanyak 90 milyar untuk memperlancar
bisnis narkobanya di dindonesia, terkait pemberitaan ini maka menjadi suatu hal
menarik untuk ditampilkan yang linear dengan istilah “bad news is a good news” dan berdampak pada opini publik mengenai
citra Polri yang sangat riskan dinilai buruk oleh masyarakat.
PERMASALAHAN
Polri
sebagai aparat pemerintah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas dalam
pemunculan mengenai hasil kerja yang telah dilakukan dalam pemberitaan di media
massa sehingga terlihat eksistensi Polri di mata masyarakat. Namun harapan ini
tentunya kontra produktif dengan fakta dilapangan karena Polri yang selalu
menjadi obyek dalam setiap langsiran berita membuat institusi ini menjadi
pesakitan karena selalu terbangun konstruksi citra Polri yang buruk dari media
massa terutama terkait dengan pemberitaan kasus
freddy budiman yang menyeret pejabat mabes Polri yang diduga telah menerima
uang suap dari freedy budiman sebanyak 90 milyar untuk memperlancar bisnis narkoba
di dindonesia, dengan kondisi pemberitaan yang seperti ini akan
menghipnotis persepsi masyarakat yang sangat merugikan citra Polri di mata
masyarakat.
Polri
seharusnya sudah menyadari dan fokus terhadap pemberitaan negatif yang sering
menerpa Polri karena media massa dalam kajian teori peluru (bullet theory) dikatakan bahwa media
massa mempunyai kekuatan luar biasa, dia dapat menyuntik pesannya kepada massa,
jadi pesan ini ibarat peluru tajam yang dapat ditembak kearah masyarakat yang
telah ditargetkan sebelumnya. Oleh sebab itu perlu mempersiapkan counter opinion untuk memberikan
serangan balasan terhadap pemberitaan tersebut sekaligus menyebarkan materi
baru mengenai pemberitaan positif Polri untuk membangun konstruksi dalam
membentuk citra baik Polri.
LANDASAN PEMIKIRAN TERHADAP COORDINATED MANAGEMENT MEANING THEORY
Peter Drucker menyampaikan “Kita Tidak Dapat
Tidak Berkomunikasi” maka tersirat makna bahwa manusia hidup pasti
berkomunikasi antara individu maupun kelompok. Dinilai begitu pentingnya komunikasi
dalam proses interaksi maka para ahli lain pun seperti Cronen (1988)
menyampaikan bahwa “communication is the
primary social process”. Dengan ruang lingkup komunikasi yang begitu luas
dan kompleks maka pasti diwarnai oleh banyaknya Teori komunikasi yang bertujuan
untuk mengeksplanasi fenomena berkembangnya komunikasi yang terjadi dalam
kehidupan manusia.
Dalam tulisan ini akan menggunakan coordinated
management of meaning theory atau
teori manajemen keselarasan makna terkoordinasi yang digagas oleh W. Barnett
Pearce dan Vernon Cronen (1980) dengan penjelasan bahwa sebuah pendekatan
komprehensif terhadap interaksi sosial yang memakai tata cara kompleks dari
tindakan dan makna yang selaras dalam berkomunikasi. Coordinated management of meaning theory bisa disebutkan sebagai
teori yang memiliki cakupan yang luas dari interaksi yang bersifat mikro hingga
proses masyarakat dan berbudaya, selain itu konteks dari teori ini lebih
menekankan pada keselarasan proses pemaknaan dan tindakan dalam sebuah proses
interaksi (Little john and Foss, 2011),
Tak heran jika teori ini menjelaskan juga mengenai bagaimana
mengkonstruksi seseoarang ataupun kelompok ketika melakukan sebuah percakapan
Sedangkan menurut Em. Griffin bahwa teori ini
dibangun oleh beberapa faktor yaitu episode, hubungan, identitas, dan pola
budaya. Dengan penjelasan bahwa :
a.
Episode adalah situasi
yang diciptakan oleh dua orang atau lebih dalam sebuah percakapan, disamping
itu mereka saling bertatap muka dan melakukan komunikasi dengan dalam konteks
apa pun yang dibicarakannya, namun dalam sebuah konten pembicaraan yang sama
dapat mengambil makna yang berbeda ketika dihadapkan pada situasi berbeda.
b.
Hubungan
merupakan peran penting dalam teori ini karena menentukan
bagaimana orang dalam melakukan percakapan atau berkomunikasi, selama melakukan
komunikasi maka akan terbina suatu hubungan antara satu orang atau dalam jumlah
yang lebih.
c.
Identitas
yaitu persepsi mengenai gagasan individu atau kelompok
selama melaksanakan komunikasi, dengan makna lain identitas dibentuk secara
berkelanjutan melalui proses komunikasi dan akan mengubah gambaran pribadi
seseoorang menjadi konteks bagaimana kita mengelola makna tersebut.
d.
Budaya
adalah terdapat aturan yang berbeda dalam berkomunikasi
tergantung pada budaya, dalam pembahasan lain bahwa komunikasi dapat berdampak
pada budaya selama proses interaksi sehari-hari.
Jika dikaitkan secara komperhensif dari
faktor-faktor yang mendukung Coordinated
management of meaning theory maka ketika faktor tersebut menjadi suatu
rangkaian yang seimbang dan konsisten
maka dapat memunculkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para komunikator
melalui proses saling mengkonstruksi.
ANALISA TEORITIK
Melihat
realitas sosial yang berkembang di masyarakat bahwa media massa merupakan salah
satu kunci dalam melakukan pengendalian sosial karena dampak atau efek dari
sebuah pemberitaan di media massa menurut Mc. Luhan mengandung dua aspek yaitu
pertama, efek pesan yang disebarluaskan oleh media massa dan kedua, memiliki
efek langsung dari kehadiran media massa itu ditengah-tengah masyarakat
sehingga media dengan mudah untuk melakukan konstruksi sebuah kebenaran baru
yang dapat menjadi sebuah realitas yang berkembang di masyarakat. Namun secara
hakikatnya bahwa kebenaran harus mencocokkan antara gagasan dan fakta yang
terjadi dan tidak mempunyai sifat saling bertentangan atau harus berjalan
linear, selain itu kebenaran harus dicari tidak hanya dari satu sumber
informasi namun harus dapat mencari second
opinion untuk dapat membuat terang suatu kebenaran itu sendiri.
Faktanya tak bisa kita pungkiri media massa
mempunyai jangkauan yang sangat luas tanpa dibatasi dengan ruang dan waktu
sehingga mampu menyebarkan berbagai macam informasi dan laporan-laporan yang
mungkin saja bersifat non fiksi yang ingin diketahui masyarakat. Jika dikaitkan
dengan Polri maka pemberitaannya selalu menjadi trending topic dan sangat menyita perhatian masyarakat terutama
dalam pemberitaan freddy budiman yang disampaikan oleh Haris Azhar yang merupakan
Koordinator Kontras (Koordinator Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ) dengan penyampaian adanya dugaan oknum
pejabat Mabes Polri yang menerima uang suap dari freddy budiman sebesar
Rp 90 milyar, selain itu Hariz menyampaikan sudah mengidentifikasi dan
mengantongi nama dari oknum pejabat Mabes Polri yang menerima uang suap tersebut.
Dari pemberitaan media massa diatas yang
masih bersifat menduga dan tidak bisa dipertanggung jawabkan keautentikannya
maka dinilai sangat merugikan institusi Polri yang dapat menurunnya citra Polri
di mata masyarakat. Informasi dari media yang tanpa kontrol dan liar akan
dengan mudah mengkonstruksi para penikmat berita yang tak sadar mereka telah
terbelenggu dalam presepsi subliminal dari pemberitaan tersebut. Jika dikaitkan
dengan coordinated management of
meaning theory maka kajian yang dapat disajikan dari
pemberitaan freddy budiman adalah
a.
episode,
media massa memberikan pemberitaan tidak hanya dilakukan satu atau dua kali
dalam menampilkan pemberitaan tersebut namun lebih daripada itu bahkan
dilakukan talk show yang khusus
membahas pemberitaan freddy budiman, adapun episode kunci yang menjadi
pemberitaan ini adalah ketika hariz azhar menyampaikan dia mengetahui dan sudah
melakukan identifikasi siapa saja oknum pejabat Polri yang menerima suap dari
Freddy Budiman, episode kunci ini sangat menentukan dalam mengkonstruksi
persepsi masyarakat terhadap citra Polri.
b.
Relationship
atau hubungan, ketika episode dalam bentuk pemberitaan
sudah dilakukan secara berulang-ulang maka pasti akan terbina hubungan antara
masyarakat dengan media yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
c.
Identitas,
dengan pemberitaan yang tidak berimbang dan lebih terkesan pada penggiringan
opini publik yang bersifat negatif maka secara implisit media massa dan
masyarakat memberikan identitas kepada Polri sebagai institusi yang dapat
disuap oleh para pemain narkoba sekaligus mereka menilai penegakkan hukum yang
dilakukan oleh Polri dianggap lemah dan tidak tegas terhadap narkoba.
d.
Budaya,
setelah identitas suap dan penegakkan hukum lemah telah disematkan kepada
Polri, alhasil media massa berhasil memberikan suatu realitas sosial yang
tertuju kepada budaya dari organisasi Polri yaitu budaya korupsi.
Ulasan diatas menjelaskan bahwa media massa
telah berhasil mengkonstruksi citra buruk Polri melalui pemberitaan freddy
budiman dengan menggunakan karakter pemberitaan media massa di Indonesia yaitu
“bad news is good news” guna
mendapatkan keuntungan yang bersifat ekonomis dan didukung dengan adanya
kebutuhan masyarakat akan informasi yang sudah menjadi konsumsi sehari-hari
sehingga timbul ketergantungan dengan segala pemberitaan yang disajikan oleh
media masa.
KESIMPULAN
Peran media massa sangat besar dan kuat
karena adanya kebutuhan masyarakat akan informasi dan sifat pemberitaan yang
tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga mampu mengkonstruksi citra
buruk Polri dan persepsi masyarakat yang mengarah pada budaya Polri yang
koruptif dalam kaitannya pemberitaan freddy budiman. Hal ini dapat terlihat
dari ulasan kajian coordinated management
of meaning theory yang dikaitkan
dengan unsur-unsurnya dalam pemberitaan freddy budiman yaitu episode, hubungan,
identitas dan budaya. Namun berlepas dari pemberitaan tersebut seharusnya Polri
senantiasa belajar dari pengalaman dan mulai dengan membangun strategi baru
yaitu membiasakan melakukan cover both
side dalam setiap pemberitaan dan bahkan melakukan upaya-upaya counter opinion secara masif dengan
memanfaatkan peran Divisi
Humas Polri yang terdapat pada level Polres hingga Mabes guna membangun konstruksi baru terhadap pemberitaan
media yang dianggap tidak menguntungkan
institusi Polri. Disamping itu hal yang paling penting adalah perlu menguatkan budaya Polri yang baik melalui
kontribusi perilaku dan kinerja yang baik dari para anggota Polri sehingga
apapun konstruksi yang dibuat oleh media massa tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap citra Polri di mata masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA :
Littlejohn, Stephen W.(2011). Teori Komunikasi. Jakarta : Salemba Humanika.
Morissan, 2014. Teori
Komunikasi Individu hingga Masa. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group.
Ilham, Prisgunanto, 2012. Komunikasi
dan Polisi. Jakarta : Prisani Cendekia.
Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba makna. Jakarta :
kencana.
Severin, Werner dan Tankard, James. 2015. Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan
Terapan di dalam Media Massa. Jakarta :Kencana
Grace
Kim, Coordinated Management of Meaning
(CMM):
A Critique of W. Barnett Pearce & Vernon Cronen’s Theory In Em
Griffin’s A First Look at
Communication Theory, Chapman
University.
Hardiansyah Talib,
“Ssst!..Koordinator KontraS Tahu Nama-Nama Oknum Aparat yang Disuap Freddy
Budiman” dalam http://medansatu.com/berita/20449/ssst-koordinator-kontras-tahu-nama-nama-oknum-aparat-yang-disuap-freddy-budiman/
M YAZIDINNIAM. “Haris Luncurkan Tulisan Freddy
Budiman Keterkaitan Oknum BNN, Kepolisian dan TNI Dalam Peredaran Narkoba”
dalam http://www.wajibbaca.com/2016/07/haris-luncurkan-tulisan-freddy-budiman.html.
Rappler. Curhat
Freddy Budiman sebelum dieksekusi: Pernah suap personil BNN dan Polri
http://www.rappler.com/indonesia/141345-curhat-freddy-budiman-suap-personil-bnn-polri.
Coordinated
management of meaning theory. Barnett Pearce and Vernon Cronen