Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian, Selasa 6 Juni 2017
lalu bersilaturahmi dengan para ulama terkemuka dalam Safari Ramadan 2017 di
Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin di Desa Leteh, Rembang, Jawa Tengah. Kapolri
Jenderal Tito Karnavian yang didampingi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo diterima
oleh pengasuh Ponpes Raudhatut Thalibin K.H. Mustafa Bisri atau lebih kondang
dengan sapaan Gus Mus. Hadir pula dalam kesempatan itu pengasuh Pondok
Pesantren Al Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang K.H. Maimun Zubair yang akrab
disapa Mbah Mun.
Di Rembang, Kapolri Jenderal Tito Karnavian secara khusus
meminta dukungan para ulama, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus dan KH Maemun Zubair
atau Mbah Moen. Kepada dua ulama itu, Kapolri meminta dukungan untuk
bersama-sama menjaga NKRI. Ia tak ingin negara pecah karena persoalan suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Kita jaga NKRI apapun terjadi, harus sama-sama kita
jaga NKRI. Jangan sampai bangunan runtuh," demikian ajakan Kapolri
Jenderal Tito Karnavian di Pondok Pesantren Radhlatul Thalibin, Leteh,
Kabupaten Rembang.
Menurut Tito, ajaran agama berisi pesan-pesan kecintaan dan
perdamaian. Mengutip sebuah buku, Distractive Power of Religion bahwa agama
hadir untuk membangun nilai-nilai konstruksitf untuk kecintaan dan kedamaian
manusia.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian berharap mendapat nasihat, ceramah dan arahan
dari ulama sebagai upaya menyejukkan pribadi, menyejukkan masyarakat. Nasihat
dari para ulama itu, kata Tito, untuk menguatkan bahwa Islam merupakan agama
untuk menyejahterakan dan mendamaikan dunia.
"Kami ke sini, kami ingin mendengar dan meyakini tempat
ini tempat menyejukkan, bukan hanya masyarakat Rembang, tapi bangsa Indonesia.
Bahwa agama Islam itu rahmatan lil alamin. “ ditambahkan Kapolri lulusan
Akademi Kepolisian 1987 ini.
Soal perdamaian ini, peraih Adhi Makayasa Akpol 1987 ini bercerita pengalaman bertemu dengan
Presiden Afghanistan yang memuji keunikan Indonesia. Menurut dia, Indonesia
dipuji karena berhasil mengelola perbedaan."Presiden Afganistan menyatakan
mereka merdeka duluan, 90 persen warga Afganistan muslim. Tapi yang terjadi
sekarang semua provinsi di Afganistan terjadi perang sampai hari ini. Lantaran
dalam kondisi tak stabil itu, negara itu mengalami kemunduran dalam berbagai
hal. Investor di negara itu juga mulai mundur karena konflik yang terjadi. Di
situlah, kita harus bersyukur. Tahun 1945 Indonesia merdeka, di situ kita masih
survive dalam NKRI. “ demikian diungkapkan Kapolri Jenderal tito Karnavian .
Sebagai tuan rumah, K.H Mustafa Bisri yang lebih dikenal
dengan sapaan Gus Mus mengaku sangat berterima kasih Kapolri sudi berkunjung ke
kediamannya yang begitu sederhana. "Bahkan ini sudah jauh lebih mewah
setelah disulap oleh para anggota polisi. Sehingga di sini tergelar karpet
merah guna menyambut kedatangan Kapolri dan rombongan," ucap Gus Mus dalam
sambutan selamat datang.Gus Mus
menyampaikan, Indonesia adalah rumah bersama, dalam menghadapi situasi
terkini, semua elemen bangsa harus bersatu.
"Indonesia adalah rumah kita bersama yang tentu harus
kita jaga bersama agar semua merasa nyaman. Kita pasti tidak ingin rumah kita
bersama ini rusak.” tegas Gus Mus.
Terlihat hadir kiai kharismatik Nahdlatul Ulama (NU) KH
Maimoen Zubair atau Mbah Moen, sejumlah alim ulama, Gubernur Jateng Ganjar
Pranowo, petinggi Mabes Polri, pejabat Kodam IV/Diponegoro, dan pejabat Pemkab
Rembang.
K.H Maimoen Zubair atau yang akrab dikenal dengan panggilan
Mbah Moen, pengasuh Ponpes Al Anwar Sarang, mengatakan kemerdekaan Indonesia
diraih tidak mudah.
Harus melalui perjuangan yang panjang. Umat Islam sendiri
punya peran penting dalam perjuangan kemerdekaan melalui resolusi jihad yang
dikeluarkan oleh para kiai sepuh.
"Bulan Ramadan punya arti penting bagi bangsa
Indonesia. Kebangkitan Nasional pada 1908 terjadi saat Ramadan. Demikian pula
momen Sumpah Pemuda tahun 1928. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus
1945, juga bertepatan dengan hari kedelapan bulan Ramadan.” demikian Mbah Moen
menegaskan kepada semua pihak yang hadir.
Indonesia harus mempertahankan konsep negara kesatuan yang
berasaskan Pancasila seperti sekarang ini. Menurutnya, masa kekhalifahan sudah
habis dengan berakhirnya era Khulafaur Rasyidin, dimulai Abu Bakar hingga Ali
bin Abi Thalib.
"Masa kekhalifahan sudah habis. Untuk Indonesia, konsep
kenegaraan yang cocok adalah seperti sekarang ini. Kemerdekaan Indonesia
menjadi inspirasi bagi negara-negara di belahan dunia lain. Terbukti dengan
digelarnya Konferensi Asia Afrika I di Bandung.” demikian ungkap Mbah Moen.
Saking cintanya kepada Indonesia dan Pancasila, di
kediamannya Mbah Moen memajang lambang nasional Burung Garuda di tempat yang
tinggi. Oleh sebagian kalangan, ia dinilai sebagai kiai yang aneh.
"Biarlah saya dianggap kiai yang aneh," tutur Mbah Moen.
Kiai sepuh ini bercerita, semasa ibu kota Indonesia pindah
ke Yogyakarta, Presiden Soekarno pernah bertandang ke Rembang.Dalam kesempatan
itu, sang proklamator menyitir sebuah ayat Alquran dalam Surat Ar Rum.
"Saya masih ingat, beliau meyakini proses kemerdekaan
Indonesia layaknya perjuangan Nabi Muhammad yang tengah berada di tengah
peperangan besar.” papar Mbah Moen.
Mbah Moen menandaskan Islam tak boleh dimonopoli oleh suatu
bangsa.
"Pada zaman Nabi, yang membesarkan Islam bukan hanya
bangsa Arab. Panglima perang yang tangguh kala itu, Salman Alfarisi, berasal
dari bangsa Persia," tuturnya.
Dalam mengatasi perpecahan di Indonesia, Mbah Moen berpesan
agar para elite nasional lebih dulu bersatu. Jika yang berada di level atas
sudah bersatu, yang ada di tataran bawah atau akarrumput juga mudah disatukan.
Setelah menjalani salat tarawih berjamaah, Kapolri Jenderal
Tito Karnavian dan rombongan berpamitan.
Kepergiannya diiringi syair Hubbul Wathan yang didendangkan
anggota Banser NU.