Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, pemerintah
sudah maksimal dalam membantu Muslim Rohingya yang mengalami kekerasan di negara
bagian Rakhine, Myanmar. Menseskab , Pramono Anung meminta masalah kekerasan
terhadap Rohingya ini tidak terus "digoreng" dan dijadikan isu
politik di dalam negeri. "Kalau kemudian di dalam negeri, domestik, ini
dirumorkan, 'digoreng' ya ini hal yang berkaitan dengan politik, kita harus
bisa memisahkan domain politik dengan domain yang terjadi sebenarnya,"
demikian jelas Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa ,
5 September 2017.
Pramono Anung menegaskan, sebelum masalah Rohingya menjadi
konsumsi publik yang lebih luas, sebenarnya pemerintah telah mengirim bantuan
makanan hingga membangun sekolah. Presiden Jokowi bahkan melepas langsung
bantuan berupa 10 kontainer bahan makanan di Pelabuhan Tanjung Priok pada
Desember tahun lalu.
"Apa yang dilakukan oleh Indonesia untuk hal yang
bersifat kemanusiaan Rohingya ini sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan
negara siapa pun," tegas Pramono Anung.
Pramono Anung juga menjelaskan langkah Presiden Jokowi yang
sudah menugaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk terbang ke Myanmar. Menlu
Retno Marsudi sudah bertemu dengan National Security Adviser Myanmar Aung San
Suu Kyi dan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Senior U Min Aung
Hlaing.
Menlu Retno dengan tegas mendesak otoritas keamanan Myanmar
segera menghentikan segala
bentuk kekerasan yang terjadi di Rakhine State dan
memberi perlindungan kepada seluruh masyarakat, termasuk masyarakat Muslim.
"Termasuk kedatangan ibu Menlu Myanmar itu kan pejabat pertama kali yang
datang, bahkan Sekjen PBB, utusan khusus PBB, itu mengakui peran
Indonesia," demikian tutup Pramono Anung dalam penjelasannya kepada
Wartawan di Istana Kepresidenan .
Sementara itu , Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian
menganggap, isu konflik Rohingya di Myanmar ramai di Indonesia bukan lagi karena
mengangkat sisi kemanusiaan. Ia menilai, isu tersebut diolah sedemikian rupa
oleh kelompok tertentu sehingga berbelok menyerang pemerintahan Joko Widodo.
"Dari hasil penelitian itu bahwa isu ini lebih banyak
dikemas untuk digoreng untuk menyerang pemerintah. Dianggap lemah," ungkap
Kapolri
Kapolri mengacu pada perangkat lunak analisis opini di
platform media Twitter. Dari analisis tersebut, sebagian besar pembahasan
mengenai Rohingya yang berkembang, dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo dan
pemerintahannya. "Artinya, isu ini lebih banyak digunakan untuk konsumsi
dalam negeri, dalam rangka membakar sentimen masyarakat Islam di Indonesia
untuk antipati kepada pemerintah. Ini gaya lama," demikian kata Kapolri.
Kapolri mengatakan, cara-cara tersebut juga digunakan dalam
pemilihan kepala daerah serentak 2017 untuk menyerang salah satu calon dan
pemerintah. "Sekarang ada isu baru yang kira-kira bisa dipakai untuk
digoreng-goreng. Ini penelitian ini dari software opinion analysist,"
terang Kapolri .
Munculnya sentimen keagamaan, kata Tito, justru makin jauh
dari isu kemanusiaan. Komentar netizen yang mengkaitkan konflik Rohingya dengan
pemerintah Indonesia lebih kuat ketimbang gerakan kemanusiaan untuk membantu.
Mari memanusiakan manusia , Mari gunakan hati nurani untuk
membantu sesama umat manusia bukan
sekedar bermain issue demi kepentingan pribadi semata
Salam
Redaksi 38 Setia